Abstract

Abstract:

This research aims to detail the application of the nemo plus iuris principle in the land registration process through the electronic system at the Makassar City Land Office, as well as the implementation of land registration through the electronic system at the Makassar City Land Office. In this research, legal regulations and field realities will be detailed to answer this thesis. This research uses the empirical legal research method, with the research location at the Makassar City Land Office. Data collected through interview techniques and literature study, which were then analyzed descriptively and analytically. The research results show that the application of the nemo plus yuris principle has been well implemented, and is reinforced by the principle of prudence and strict system oversight. The application ensures that the data inputted matches the original documents at the online file verification stage, and automatic rejection occurs if there are discrepancies. In this case, the implementation of land registration through the electronic system has shown significant progress in improving the efficiency of land services to the community. Research recommendation, the Makassar City Land Office should enhance land registration through an electronic system to reduce the risk of land disputes. And strengthen cooperation with PPAT to ensure that every deed made is in accordance with the field conditions and applicable legal regulations.

Keywords: Land Registration, Electronic Certificates, Nemo Plus Yuris

 

Abstrak:

Penelitian ini bertujuan untuk merinci penerapan asas nemo plus yuris dalam proses pendaftaran tanah melalui sistem elektronik, serta pelaksanaan pendaftaran tanah melalui sistem eletronik di Kantor Pertanahan Kota Makassar. Di dalam penelitian ini peraturan hukum dan kenyataan di lapangan akan di rinci dalam menjawab skripsi ini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris, dengan lokasi penelitian di Kantor Pertanahan Kota Makassar. Data yang dikumpulkan melalui teknik wawancara dan studi pustaka, yang kemudian dianalisis secara deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan asas nemo plus yuris telah diterapkan dengan baik, dan diperkuat oleh prinsip kehati-hatian serta pengawasan sistem yang ketat. Aplikasi memastikan data yang diinput sesuai dengan dokumen asli pada tahapan verifikasi berkas secara online dan penolakan otomatis terjadi jika terdapat ketidaksesuaian. Dalam hal ini dalam pelaksanaan pendaftaran tanah melalui sistem elektronik telah menunjukkan kemajuan yang signifikan baik dalam meningkatkan efisiensi pelayanan pertanahan kepada masyarakat. Rekomendasi penelitian, Kantor Pertanahan Kota Makassar meningkatkan pendaftaran tanah melalui sistem elektronik untuk mengurangi resiko sengketa tanah. Dan memperkuat kerja sama dengan PPAT untuk memastikan setiap akta yang dibuat telah sesuai dengan kondisi lapangan dan aturan hukum yang berlaku.

Kata Kunci: Pendaftaran Tanah, Sertipikat Elektroni, Nemo Plus Yuris

Penerapan Asas Nemo Plus Yuris Dalam Proses Pendaftaran Tanah Melalui Sistem Elektronik

Muhammad Thahir Nurmuhyiddin Qasim, Aan Aswari, Dinaryati Rahim

Fakultas Hukum, Universitas Muslim Indonesia

Surel Koresponden: [email protected]

PENDAHULUAN

Seiring berjalanya waktu, perkembangan tahun demi tahun membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan. Indonesia merupakan negara yang sangat luas baik itu pada daratan maupun lautan. Seperti pada penggunaan tanah, tidak sedikit masyarakat di Indonesia memanfaatkan lahan untuk kepentingan pribadi seperti membuka usaha atau kegiatan lainnya. Kebutuhan akan tanah secara tidak langsung akan meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk. Saat ini, jumlah tanah menjadi terbatas akibat meningkatnya kebutuhan tanah untuk kebutuhan pembangunan juga pemukiman dan kepentingan lain. Hal tersebut dapat menimbulkan konflik dalam pertanahan seperti penguasaan tanah tanpa hak, penggarapan tanah liar, serta tumpang tindihnya penggunaan lahan. Tanah merupakan anugerah dari Tuhan yang maha kuasa bagi keberadaan kehidupan manusia, tanah mempunyai peran yang sangat penting karena merupakan sumber kesejahteraan dalam kehidupan. Selain itu tanah dengan manusia mempunyai hubungan erat karena tanah memiliki nilai ekonomis bagi kehidupan manusia dan menghasilkan sumber daya alam bagi manusia. Secara umum, tanah terbagi menjadi dua jenis, yaitu tanah negara dan tanah hak. Tanah negara merupakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dan belum dilekati oleh hak tertentu, sedangkan tanah hak adalah tanah yang telah memiliki suatu hak tertentu yang melekat padanya, seperti hak milik, hak guna usaha, hak guna bagunan, atau hak atas tanah lainnya, baik dimiliki oleh individu maupun badan hukum. Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 menyebutkan Negara adalah tingkatan tertinggi sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat yang dimana atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu dikuasai oleh negara. Kemudian dalam Pasal 2 ayat 2 menyebutkan bahwa hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) memberikan wewenang untuk:

  1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
  2. Menentukan dengan bumi, air dan ruang angkasa;
  3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Dalam Pasal 2 ayat 3 menyebutkan bahwa wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat 2 untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur. Dalam Pasal 2 ayat 4 menyebutkan hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuang-ketentuan Peraturan Pemerintah. Hubungan manusia dengan tanah begitu kuat, sehingga diperlukan kepastian hukum didalamnya. Kepastian hukum akan didapatkan jika pemilik tanah mendaftarkan tanahnya (sebagaimana perintah dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria). Dengan terdaftarnya hak-hak atas tanah diberikannya hak atas tanah kepada subjek hak, secara administratif tentu akan tercapainya kepastian hukum bagi subjek tersebut, artinya subjek hak dijamin secara administratif untuk menggunakan hak atas tanah tersebut.

Pendaftaran tanah adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara berkelanjutan dan diatur oleh peraturan yang berlaku, berupa pengumpulan data yang ada di wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan, dan penyajian bagi kepentingan masyarakat dalam memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan termasuk tanda bukti dan pemeliharaannya (Sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 1 PP Nomor 24 Tahun 1997). Pendaftaran tanah dilakukan agar mendapatkan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah maupun pihak lain yang berkepentingan dengan tanah. Setelah melakukan pendaftaran dan memperoleh sertipikat, pemegang hak atas tanah memiliki bukti yang kuat atas tanah tersebut. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pendaftaran Tanah dengan dibantu dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Sistem pendaftaran tanah di Indonesia menganut Stelsel Negatif dan Tendensi Positif, artinya apa yang terdapat didalam buku tanah maupun pada sertifikasi menjadi bukti yang kuat sampai dapat dibuktikannya. Dalam hukum agraria, asas nemo plus yuris menegaskan bahwa seseorang tidak dapat memberikan hak lebih dari apa yang dia miliki. Artinya, dalam transaksi tanah, pihak yang tidak memiliki hak atas suatu bidang tanah tidak bisa memindahkan atau menjualnya ke pihak lain. Asas ini bertujuan untuk menghindari sengketa kepemilikan yang sering terjadi akibat ketidakpastian status kepemilikan dan batas-batas tanah yang tidak terdokumentasikan dengan baik.

Dalam pendaftaran tanah tersebut didasarkan pada asas nemo plus yurisyang dimana negara tidak menjamin kebenaran atas data yang ada. Kebenaran kemudian ditentukan dari proses pengadilan yang nantinya akan memeriksa kepastian hak, objek, dan subjeknya serta proses administrasi penerbitan sertipikat tersebut. Hal ini merupakan dampak dari sistem publikasi negatif pada pendaftaran tanah di Indonesia. Padahal, tanah mempunyai kedudukan yang sangat sentral dan strategis bagi kehidupan manusia. Hal tersebut merupakan kebutuhan bagi sarana dan prasarana, seperti jalan, pasar, gedung-gedung, perumahan, hingga pertahanan dan keamanan. Seperti kalimat “hidup di kehidupan manusia tidak lepas dari tanah”. Setelah manusia matipun tetap membutuhkan tanah sebagai peristirahatan terakhirnya. Era digital adalah masa di mana segala aktivitas yang mendukung kehidupan menjadi lebih mudah dan efisien berkat kemajuan teknologi, sehingga segala hal menjadi lebih praktis dan modern. Perkembangan menuju era digital tidak dapat dihindari lagi. Dalam bidang pertanahan, untuk mewujudkan modernisasi pelayanan, telah dimulai penerapan layanan pertanahan berbasis elektronik, hingga menghasilkan dokumen dalam bentuk elektronik. Peluncuran sertipikat tanah elektronik dimulai pada tahun 2021 melalui kebijakan yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik, yang ditandatangani oleh Menteri Agraria Sofyan Djalil pada 12 Januari 2021. Sejak diterbitkannya Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik, Pendaftaran tanah secara bertahap kini dapat dilakukan secara elektronik. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dokumen elektronik didefinisikan sebagai informasi yang dibuat, diteruskan, dikirim, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optik, atau sejenisnya. Kemudian terjadi pembaruan pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik dan hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Pada tahun 2020, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Undang-Undang Cipta Kerja. Kemudian Pada tahun 2021, Undang-Undang Cipta Kerja digugat di Mahkamah Konstitusi dan dinyatakan melanggar konstitusi dengan syarat. Akhir tahun 2022 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yaitu Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Dalam Pasal 147 Undang-Undang Cipta Kerja yang telah diubah dengan Perppu Cipta Kerja berbunyi: “Tanda bukti hak atas tanah, hak milik atas satuan rumah susun, hak pengelolaan, dan hak tanggungan, termasuk akta peralihan hak atas tanah dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan tanah dapat berbentuk elektronik.”

Badan Pertanahan Nasional telah mengadopsi sistem elektronik dalam pendaftaran tanah, yang diterapkan dapat meningkatkan efisiensi dan akurasi pendaftaran. Sistem ini diterapkan mampu meminimalkan risiko sengketa tanah dengan cara memastikan bahwa setiap transaksi mematuhi asas nemo plus yuris. Akan tetapi, penerapan asas ini dalam sistem elektronik menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana sistem dapat mencegah dan mendeteksi transaksi yang melibatkan pihak tanpa hak. Saat ini, permasalahan terkait tanah yang sudah bersertipikat masih sering terjadi. Beberapa isu yang muncul termasuk perbedaan dalam pengukuran, kasus tumpang tindih kepemilikan, perselisihan yang sampai ke pengadilan, serta adanya sertifikat ganda. Sertipikat ganda mengacu pada salah satu bidang tanah yang tercatat dalam dua sertipikat berbeda yang secara resmi dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan di tingkat Kabupaten/Kota. Masalah sertipikat ganda ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor tertentu, sebagai berikut:

  1. Sewaktu dilakukan pengukuran atau observasi di lapangan, pemohon dengan sengaja menunjukkan letak tanah dan batas-batas tanah yang salah.
  2. Adanya surat bukti atau pengakuan hak yang ternyata terbukti mengandung kepalsuan dan tidak berlaku lagi.
  3. Untuk wilayah bersangkutan belum tersedia peta pendaftaran tanah.
  4. Sertipikat ganda juga dapat terjadi didukung karena timbulnya kesalahan administrasi.

Kementrian ATR/BPN telah bekerja sama dengan Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, dan Komisi Yudisial (KY) untuk menyelesaikan sengketa tanah. Penyelesaian konflik ini memerlukan iktikad baik, terutama jika melibatkan mafia tanah. Mafia tanah sering memalsukan dokumen dan menggunakannya di pengadilan. Ketua Panitia Kerja (Panja) Pemberantasan Mafia Pertanahan Komisi II DPR RI, Junimart Girsang, menyebutkan bahwa sejak 29 Maret 2021 hingga Desember 2021 telah diterima 4.358 pengaduan dari masyarakat, dimana ini melibatkan lebih dari 100 ribu kasus sengketa tanah. Sebagian besar sengketa ini terkait kepemilikan antara pemilik asli dan mafia tanah. Pernyataan di atas menunjukkan bahwa sengketa tanah terus terjadi meskipun, seperti yang kita ketahui mayoritas masyarakat indonesia beragama islam, dalam segala sesuatu yang mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak sah.

Sebagaimana firmannya dalam Alquran al-karim, pada surah Al-Baqarah ayat 188.

وَلَا تَاۡكُلُوۡٓا اَمۡوَالَـكُمۡ بَيۡنَكُمۡ بِالۡبَاطِلِ وَتُدۡلُوۡا بِهَآ اِلَى الۡحُـکَّامِ لِتَاۡکُلُوۡا فَرِيۡقًا مِّنۡ اَمۡوَالِ النَّاسِ بِالۡاِثۡمِ وَاَنۡـتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ

Terjemahnya:

“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui (QS. Al-Baqarah: 188).”

Kota Makassar sebagai kota metropolitan di Provinsi Sulawesi Selatan, memiliki populasi yang padat. Kondisi ini membuka peluang besar bagi munculnya masalah-masalah tanah. Peningkatan permintaan atas tanah seringkali memicu berbagai sengketa di masyarakat. Di Kota Makassar, sengketa tanah umumnya terjadi karena masing-masing pihak merasa memiliki hak atas tanah yang menjadi objek sengketa. Beberapa contoh sengketa yang sering terjadi termasuk konflik antara ahli waris, masalah yang timbul dari penjualan tanah, serta kasus terkait pinjam-meminjam sertifikat tanah. Demikian terjadi di Kota Makassar khususnya di Kecamatan Tamalanrea pada kasus yang terjadi karena adanya sertipikat atau surat kepemilikan tanah (SKT) yang bisa disebabkan oleh kelalaian dari pemilik tanah yang tidak menjaga tanahnya dengan baik. Kondisi ini dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk memperoleh keuntungan. Seperti pada kasus dimana tanah yang kurang terawat dianggap tidak bertuan, sehingga pihak-pihak tertentu membuat sertifikat hak atas tanah terutama di wilayah yang menjadi area industri dan perumahan. Validasi kepemilikan dalam pendaftaran tanah melalui sistem elektronik membutuhkan pemeriksaan menyeluruh atas dokumen dan catatan kepemilikan yang ada. Tantangan ini semakin besar di Kota Makassar karena tingginya tingkat peralihan hak atas tanah, baik karena jual beli maupun warisan. Dalam hal ini, asas nemo plus yuris berperan untuk menegaskan bahwa hanya pihak yang benar-benar memiliki hak yang dapat melakukan peralihan hak tersebut, sehingga sistem elektronik harus dapat memastikan validitas kepemilikan secara efektif. Kepastian hukum sangat penting dalam transaksi pertanahan dan sistem elektronik karena dapat menawarkan kepastian yang lebih baik dibandingkan sistem manual. Namun, dalam pelaksanaanya problematika masih sering terjadi baik secara internal maupun eksternal. Seperti adanya kendala jaringan akibat internet yang tidak stabil, akses yang terbatas, secuirity network, dan data yang belum syinchron antara data fisik dan sertipikat elektronik termasuk data yang belum terdaftar di Dukcapil. Hal ini menjadi salah satu tantangan untuk dapat diselesaikan terhadap pelayanan administrasi pertanahan yang dapat diwujudkan. Saat ini masih terdapat kekhawatiran terkait kemampuan sistem ini dalam menerapkan asas nemo plus yuris secara tepat dalam setiap transaksi. Sehingga diperlukan analisis untuk menilai sejauh mana sistem ini dapat mendukung kepastian hukum bagi pemilik tanah.

Untuk menjaga integritas pendaftaran tanah melalui sistem elektronik, diperlukan sistem pengawasan yang efektif agar setiap proses yang efektif supaya setiap proses transaksi tanah dapat diawasi dengan baik. Pengawasan ini akan memastikan bahwa setiap transaksi memenuhi syarat-syarat hukum dan asas nemo plus yuris, sehingga hak-hak pemilik tanah yang sah dapat terjamin dan sengketa dapat diminimalkan. Tanpa pengawasan yang memadai, potensi penyalahgunaan atau kesalahan dalam sistem ini akan meningkat. Mengingat pentingnya asas nemo plus yuris dalam menjamin keabsahan transaksi tanah, kajian terhadap penerapannya dalam sistem pendaftaran tanah melalui sistem elektronik menjadi sangat relevan. Penulis tertarik untuk meneliti judul tentang “Analisis Penerapan Asas Nemo Plus Yuris dalam Pendaftaran Tanah melalui Sistem Elektronik (Studi Kasus di Kantor Pertanahan Kota Makassar)".

METODE

Penelitian ini tergolong sebagai penelitian hukum empiris, yakni penelitian yang dilakukan melalui studi lapangan. Dalam penelitian ini dikumpulkan data dari sejumlah responden yang kemudian diolah sesuai dengan Teknik analisis yang dipakai, lalu dituangkan dalam bentuk deskriptif Guna memperoleh Gambaran kondisi sebenarnya dari hukum sebagai kenyataan social. Ditinjau dari jenis penelitian yang dipakai, studi ini dimaksud untuk menentukan penerapan asas nemo plus yuris, dan merinci pelaksanaan pendaftaran tanah melalui system elektronik. Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian ini, penulis akan melakukan kegiatan penelitian di Lokasi Kota Makassar. Tempat penelitian iini pada Kantor Pertanahan Kota Makassar. Pemilihan ini di Karena sesuai dengan judul penelitian serta semua data yang diperlukan dan diperoleh di Kantor Pertanahan Kota Makassar dalam usaha untuk menyelesaikan penelitian ini. Adapun populasi dalam penelitian ini tertuju pada Pegawai di bagian penetapan hak dan pendaftaran dan pada bagian penanganan dan pengendalian sengketa Kantor Pertanahan Kota Makassar. Teknik yang digunakan pada penelitian ini untuk menentukan sampel yaitu teknik purposive sampling, yakni para pegawai yang secara langsung pernah menangani kasus pendaftaran tanah melalui sistem elektronik yang menerapkan asas nemo plus yuris, untuk kemudian menjadi responden/narasumber penelitian terdiri dari: Satu Orang Staf Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran; Satu Orang Staf Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa; dan Satu Orang Masyarakat. Sebagai penelitian hukum empiris, studi ini menggunakan jenis data, yakni data primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari sumber data yang diperoleh melalui pihak lain atau tidak langsung diperoleh oleh peneliti. Pada prinsipnya, penelitian hukum empiris memaduikan antara penelitian kepustakaan (library research) dengann data lapangan, maka metode yang digunakan dalam pengumpulan data meliputi: Studi Pustaka (literatur review) dan wawancara (indepth interview). Analisis kualitatif dilakukan terhadap data yang tidak dapat dikuantifikasikan, seperti hasil penulusuran Pustaka dan hasil wawancara. Analisi data disajikan dalam bentuk penjelasan yang bersifat deskriptif-analitis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penerapan Asas Nemo Plus Yuris Dalam Proses Pendaftaran Tanah Melalui Sistem Elektronik

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang UUPA dalam Pasal 19 Ayat (1) menyebutkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Di Peraturan Pemerintan Nomor 24 Tahun 1997, asas nemo plus yuris tercermin dalam sistem negatif dengan kecenderungan positif disebutkan dalam Pasal 32 Ayat (2) yang menyatakan bahwa pihak yang namanya tercatat sebagai pemegang hak dalam buku tanah dan sertipikat dapat menghadapi gugatan dari pihak lain yang merasa memiliki tanah tersebut, untuk mengatasi kelemahan sistem negatif dalam pendaftaran tanah.Asas nemo plus yuris ialah seseorang tidak dapat mengalihkan hak lebih besar dari apa yang dia miliki. Penerapan asas nemo plus yuris bertujuan untuk melindungi pemegang hak (bezitten) tanah yang sebenarnya. Dalam proses pendaftaran tanah melalui sistem elektronik di Kantor Pertanahan Kota Makassar harus mengedapankan aspek kehati-hatian untuk menerapkan asas nemo plus yuris.

Wawancara dengan Edy ParajaI Selaku Analisis Hukum Pertanahan Seksi Penetapan hak dan Pendaftaran yang berpendapat:“Asas nemo plus yuris penting dalam proses pendaftaran tanah melalui sistem elektronik karena di Kantor Pertanahan (KanTah) Kota Makassar sudah tidak dapat menerbitkan sertipikat jika penginputan dan data berbeda, pengawasan di aplikasi langsung menolak jika penginputan berbeda dengan sertipikat, itu merupakan bentuk pengawasan dari Kantor Pertanahan Makassar jika terdapat data dan sertipikat berbeda. Apabila terdapat perbedaan maka silahkan datang ke Kantor Pertanahan Makassar untuk melakukan klarifikasi. Kendalanya mungkin tidak ada karena di sistem sudah tidak dapat menerbitkan sertipikat jika penginputan dan data berbeda. Selain itu, Kantor Pertanahan Kota Makassar telah melakukan pengecekan secara langsung”.

Dalam proses pendaftaran tanah melalui sistem elektronik yang dilaksanakan di Kantor Pertanahan Kota Makassar telah mengedapankan aspek kehati-hatian dalam memeriksa data fisik dan data yuridis saat pendaftaran. Aplikasi Kantor Pertanahan yaitu “Sentuh Tanahku” telah membuktikan bahwa setelah tahap penginputan data, sertipikat elektronik tidak dapat diterbitkan apabila data yang diinputkan berbeda. Setelah tahap pengimputan data, aplikasi secara otomatis menunjukkan penolakan berkas yang tidak sesuai. Dalam Pasal 22 ayat (1) Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 Tentang sertipikat elektronik mengatur bahwa dalam pendaftaran tanah berbasis elektronik, apabila dokumen yang diajukan tidak sesuai dengan ketentuan hukum atau terdapat data yang tidak valid, pendaftaran dapat ditolak oleh sistem atau oleh pejabat yang berwenang. Selain itu, aspek kehatian-hatian yang dilakukan Kantor Pertanahan Kota Makassar dari Seksi Survei dan Pemetaan yaitu melakukan pengecekan secara langsung ke lapangan untuk melihat dan mengukur apakah data dan keadaan dilapangan sudah sesuai.

Secara umum, terdapat dua cara penyelesaian sengketa atas tanah yaitu, penyelesaian melalui Instansi Badan Pertanahan Nasional (BPN) yaitu terdiri dari atas pelayanan secara musyawarah atau mediasi pencabutan/pembatalan surat keputusan Tata Usaha Negara dibidang pertanahan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) berdasarkan adanya cacat hukum/administrasi di dalam penerbitannya dan penyelesaian sengketa hak atas tanah melalui pengadilan. Kantor Pertanahan Kota Makassar sebagai instansi penyelenggara pendaftaran tanah, memiliki Target Operasional (TO) tiap tahunnya. Target Operasional adalah target dimana kasus sengketa tanah yang terjadi diselesaikan dari tahapan awal hingga selesai dalam penyelesaian sengketa. Berikut Data Target Operasional Kantor Pertanahan Kota Makassar yang telah ditangani Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa tanah,

No. Tahun Target Operasional Akibat Jual Beli
2023 8 Kasus 0
2024 8 Kasus 1
Sumber Data:Kantor Pertanahan Kota Makassar Tahun 2025

Dari data TO diatas, Kantor Pertanahan Kota Makassar dari Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa telah menyelesaikan target operasional. Penyelesaian dari sengketa akibat jual beli (AJB) hanya ada satu kasus pada tahun 2024 dan masih bersertipikat konvensional. Tanah memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat sebagai pengguna/pemilik tanah, sehingga memerlukan perhatian dan penanganan yang sungguh-sungguh agar pemanfaatannya bisa dilakukan tanpa menimbulkan masalah. Dalam hal ini melibatkan banyak pihak seperti, masyarakat yang memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah, dimana Kantor Pertanahan Kota Makassar memiliki kewajiban sebagai penyelenggara pendaftaran tanah untuk memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat. Kemudian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) memiliki kewajiban sebagai pemegang hak dalam pembuatan Akta Jual Beli (AJB) yang dilakukan oleh masyarakat.

Menurut Rezkyanto sebagai masyarakat yang melakukan pergantian sertipikat konvensional ke sertipikat elektronik di Kantah Makassar. “Menurut saya Kantah Makassar harus lebih memperhatikan dalam penerbitan sertipikat. Supaya kami sebagai masyrakat tidak merasa khawatir saat melakukan jual beli tanah. Selain itu, kami juga berharap notaris atau PPAT untuk lebih memperhatikan AJB yang kami buat”. Salah satu unsur penting dalam sistem administrasi pertanahan adalah Pejabat pembuat Akta Tanah (PPAT). Istilah PPAT disebutkan di dalam PP Nomor 24 tahun 1997 yang memiliki peran pembuat akta untuk peralihan dan pembebanan hak atas tanah. Akta yang dibuat PPAT tersebut merupakan persyaratan agar tanah dapat didaftar. Peran PPAT yaitu sebagai pejabat umum yang membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan pendaftaran tanah dengan membuat akta yang akan dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran. Dalam hal ini kita dapat ketahui bahwa peran PPAT penting dalam proses pendaftaran tanah melalui sistem elektronik. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dalam Pasal 37 ayat (1) menyatakan bahwa peralihan hak atas tanah harus melalui akta yang dibuat oleh PPAT, yang memastikan bahwa hak tersebut dimiliki oleh pihak yang berwenang. Maka peran PPAT sangat berpengaruh dalam proses pendaftaran tanah melalui sistem elektronik dalam menerapkan asas nemo plus yuris.

Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Melalui Sistem Elektronik d i Kantor Pertanahan Kota Makassar

Pendaftaran tanah menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang UUPA Pasal 19 ayat (1) menentukan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Kemudian dalam pasal 23 ayat (1) menentukan bahwa hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanan dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.

Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mendefinisikan pendaftaran tanah sebagai serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah secara berkelanjutan, teratur, dan konsisten. Kegiatan ini mencakup pengumpulan, pengolahan, pencatatan, penyajian, serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar terkait bidang-bidang tanah yang memiliki hak dan hak milik atas satuan rumah susun, termasuk hak-hak yang membebaninya. Lalu pasal 84 ayat (1) Peraturan pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang pendaftaran tanah menyebutkan bahwa penyelenggaraan dan pelaksanaan pendaftaran tanah dapat dilakukan secara elektronik. Setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja, kemudian diterbitkan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Sertipikat Elektronik sebagai peraturan turunan dan payung hukum dalam penerapan sertipikat elektronik. Dalam Pasal 147 UU Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja telah diatur bahwa tanda bukti hak atas tanah, hak milik atas satuan rumah susun, hak pengelolaann, dan hak tanggungan, termasuk akta peralihan hak atas tanah dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan tyanah dapat berbentuk elektroniik. Tanda bukti hak yang dimaksud ialah sertipikat hak atas tanah yang dibuat berbentuk elektronik. Kementrian ATR/BPN merupakan salah satu instansi penyelenggara sistem elektronik. Sebagai bentuk pemberian jaminan keamanan data hak atas tanah masyarakat yang dilaksanakan dengan sistem elektronik secara andal, aman dan bertanggung jawab. Dalam Pasal 1 ayat (8) Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 disebutkan bahwa sertipikat elektronik adalah sertipikat yang diterbitkan melalui sistem elektronik dalam dokumen elektronik yang merupakan alat bukti hukum yang sah di Indonesia. Keamanan dan perlindungan data tersebut diatur dalam. Pasal 1 Ayat (4) dan (5) Undang Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Kantor Pertanahan Kota Makassar merupakan instansi pemerintah yang memiliki tugas untuk melaksanakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan, baik secara nasional, regional, maupun sektoral. Sejak diterbitkannya Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 kantor Pertanahan Kota Makassar pada tahun 2021 belum melaksanakan pendaftaran tanah melalui sistem elektronik. Pendaftaran tanah melalui sistem elektronik dideklarasikan di Kantor Pertanahan Kota Makassar pada bulan mei 2024. Sebelum dideklarasikannya pendaftaran tanah melalui sistem elektronik, Kantor Pertanahan Kota Makassar telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat di setiap kelurahan mengenai proses dan tata cara serta perubahan yang terjadi setelah diterapkannya pendaftaran tanah dengan sistem elektronik. Selain melakukan sosialisasi, Kantor Pertanahan Kota Makassar juga menyebar informasi terkait hal ini melalui sosial media seperti instagram dengan username @kantahmakassar dan website dari Kantor Pertanahan Kota Makassar yaitu “Kantah Kota Makassar”. Secara umum, alur pendaftaran tanah baik secara konvensional maupun secara elektronik produk akhirnya ialah sertipikat yang sama, tidak ada perubahan khusus dalam proses pelayanan. Namun, terdapat perbedaan utama yaitu: dari segi fisik, jenis informasi. setelah dterapkan pendaftaran tanah melalui sistem elektronik ini sudah menerapkan sebagai mana yang diharapkan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Secara umum, penerapan asas nemo plus yuris dalam pendaftaran tanah melalui sistem elektronik di Kantor Pertanahan Kota Makassar telah diterapkan dengan baik, dan diperkuat oleh prinsip kehati-hatian serta pegawasan sistem yang ketat. Aplikasi “Sentuh Tanahku” memastikan data yang diinput sesuai dengan dokumen asli pada tahapan verifikasi berkas secara online dan penolakan otomatis tejadi jika terdapat ketidaksesuaian. Selain itu, pengecekan langsung ke lapangan oleh Seksi Survei dan Pemetaan juga dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat ketepatan data. Peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) juga penting dalam mencocokkan data fisik dan data yuridis untuk mendukung kelancaran proses pendaftaran tanah melalui sistem elektronik sehingga menjadi lebih aman dan meminimalkan terjadinya sengketa. Data Target Operasional (TO) menunjukkan bahwa sengketa tanah akibat sertipikat elektronik pada tahun 2023-2024 tidak ada, hal tersebut membuktikan bahwa pendaftaran tanah melalui sistem elektronik telah meningkatkan efisiensi dan perlindungan hukum bagi Masyarakat.

Pelaksanaan pendaftaran tanah melalui sistem elektronik di Kantor Pertanahan Kota Makassar baru didideklarasikan pada bulan Mei 2024. Namun telah menunjukkan kemajuan yang signifikan baik itu dalam meningkatkan efisiensi, keamanan, dan transparansi pelayanan pertanahan. Sistem ini menggunakan aplikasi “Sentuh Tanahku” untuk memfasilitasi masyarakat dalam berbagai layanan. Berdasarkan wawancara dengan staf Kantor Pertanahan Kota Makassar dan masyarakat pengguna layanan, penerapan sistem ini dinilai efektif dilaksanakan, terbukti dari minimnya sengketa tanah yang muncul setelah sistem ini berjalan. Namun, tantangan terkait sosialisai, peningkatan akses, dan penyederhanaan proses melalui aplikasi masih perlu terus diperbaiki. Dengan adanya sistem elektronik ini, diharapkan pelayanan pertanahan semakin responsif, modern, dan memberikan jaminan hukum yang lebih baik dan aman kepada masyarakat.

References

  1. R. Ramadhani, “Pendaftaran Tanah Sebagai Langkah Untuk Mendapatkan Kepastian Hukum Terhadap Hak Atas Tanah,” Jurnal Sosial Dan Ekonomi, vol. 2, no. 1, pp. 31-40, 2021.
  2. D. T. A. d. D. O. S. Marselina Ranny Raintama, “Tinjauan Yuridis Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Proses Hibah,” no. 235, p. 245, 2007.
  3. S. Y. S. d. N. W. Tri Wahyoe Haryanti, “Peran Ppat Terhadap Pelaksanaan Asas Nemo Plus Yuris Pada Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Karena Jual Beli,” Jurnal Education and Development, vol. 11, no. 3, pp. 1-5, 2023.
  4. R. Ramadhani, “Pendaftaran Tanah Sebagai Langkah Untuk Mendapatkan Kepastian Hukum Terhadap Hak Atas Tanah,” Jurnal Sosial dan Ekonomi, vol. 2, no. 1, pp. 31-40, 2021.
  5. R. M. a. I. Istiqomah, “Pendaftaran Tanah Di Indonesia,” Jurnal Magister Ilmu Hukum, vol. 2, no. 2, pp. 23-28, 2017.
  6. F. a. B. P. P. Arif Yumardi, “Keterbukaan Informasi Publik Dalam Perspektif Hukum Pertanahan Di Indonesia,” Ekasakti Legal Science Journal, vol. 1, no. 1, pp. 64-78, 2024.
  7. B. M. d. A. T. Andi Wijaya, “Juridical Analysis of Transfer of Land Rights by People Who Have No Rights in Gowa,” CLAVIA Journal of law, vol. 22, no. 1, pp. 1-14, 2024.
  8. A. Silviana, “Urgensi Sertipikat Tanah Elektronik Dalam Sistem Hukum Pendaftaran Tanah Di Indonesia,” Administrative Law and Governance Journal, vol. 4, no. 1, p. 51–68, 2021.
  9. F. P. a. M. A. Mahfud, “Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali Secara Elektronik Dalam Hukum Pertanahan Nasional,” Jurnal Hukum Unissula , vol. 39, no. 1, pp. 78-89, 2023.
  10. d. M. H. Hasbuddin Khalid Anjar Alatas Sasmita, “Penerapan Prinsip Kehati-Hatian Terhadap Pendaftaran Hak Milik Atas Tanah Sebagai Upaya Mencegah Terbitnya Sertipikat Ganda,” Journal of Lex Generalis (JLS), vol. 3, no. 3, pp. 1139-1158, 2022.
  11. S. R. d. A. R. Megawati S, “Penyelesaian Sengketa Tanah Terkait Kepemilikan Hak Atas Tanah Di Kecamatan Tamalanrea,” Journal of Lex Theory (JLT), vol. 1, no. 31, p. 82–98, 2022.
  12. S. Adrian, Sertifikat Hak Atas Tanah, 4th ed, Jakarta: Sinar Grafika, 2017.
  13. Y. d. I. Fanny Amelia Legianty, “Perjanjian Jual Beli Tanah Yang Melanggar Asas Nemo Plus Juris Pada Pendaftaran Tanah,” NOTARIUS, vol. 12, no. 2, pp. 1027-1039, 2019.
  14. P. J. Yoseph, Hukum Agraria Dan Pendaftaran Tanah Di Indonesia, ed. Rismawati, Bandung: Widina Media Utama, 2022.
  15. Rezkyanto, Interviewee, sebagai masyarakat. [Wawancara]. 6 Januari 2025.
  16. W. d. A. Hadi, Pertanahan, Agraria, Dan Tata Ruang, Jakarta: Kencana, 2017.